Bagi
suami (duda), pada pelaporan pajak pada tahun terjadinya perceraian,
masih mendapatkan hak PTKP seperti Wajib Pajak kawin (K/...), karena hak
PTKP dilihat pada keadaan di awal tahun. Namun pelaporan penghasilan
dari (mantan) istrinya hanya dapat dilaporkan sampai dengan bulan
sebelum terjadinya perceraian. Barulah di tahun berikutnya, notasi PTKP
untuk duda, menjadi Tidak Kawin (TK/...), sepanjang yang bersangkutan
belum menikah lagi.
Bagi
istri (janda), satu bulan setelah proses perceraiannya memiliki
kekuatan hukum yang tetap, maka yang bersangkutan harus mendaftarkan
diri guna memperoleh NPWP. Notasi PTKP yang menjadi haknya tentulah
Tidak Kawin (TK/...), karena dia baru terdaftar pada bagian tahun pajak.
Sedangkan penghasilan yang dilaporkannya pada SPT Tahunan pada tahun
terjadinya perceraian, adalah penghasilan setelah terjadinya perceraian,
karena penghasilan sampai dengan bulan sebelum perceraian masih
dilaporkan pada SPT Tahunan (mantan) suaminya. Barulah di tahun
berikutnya, janda tersebut dapat melaporkan seluruh penghasilan yang
diterima dan/atau diperolehnya.
Yang
tidak kalah pentingnya untuk disikapi adalah, bahwa dari proses
perceraian, ada upaya yang dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak dalam rangka melaksanakan ekstensifikasi sekaligus intensifikasi.
Agar dapat melaksanakan pekerjaan ini dengan optimal, tentunya
diperlukan sebuah upaya untuk bekerja sama dengan instansi lain,
khususnya yang menangani administrasi proses perceraian, seperti
Pengadilan Agama.
sumber:http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/21101-perlakuan-pajak-atas-wajib-pajak-orang-pribadi-dengan-status-hidup-berpisah
No comments
Post a Comment